My Family

My Family

Rabu, 12 Januari 2011

Perlindungan Hukum bagi konsumen Pengguna Jasa KA Commuter

Udah 2 hari dalam bulan ini gw telat masuk kantornya. Bukan karena sengaja, karena faktor transportasinya nyang bikin gw telat..Kebetulan, kl gw ke kantor gw mempergunakan jasa kereta KRL. Gw lebih senang naik moda transpotasi ini karena menurut gw lebih cepat, walaupun dari segi kenyamanan ya, gw rasakan masih kurang.. Jam kedatangan sering telat, maupun juga jam tiba pada stasiun tujuan...Tadi pagi sendiri, sebetulnya kedatangan keretanya juga masih bisa ditolerir, tapi ketika KRL nya akan berangkat ternyata menghadapi kendala kerusakan sehingga tidak dapat melanjutkan perjalanan.
Karena ada kendala itulah, gw jadi teringat, bahwa waktu semester 3 kemarin gw pernah membuat makalah dalam rangka tugas mata kuliah hukum perlindungan konsumen. Mungkin gw posting aja di sini dengan harapan dapat memberi masukan bagi kita semua terutama yang baca...


A. Pendahuluan
Globalisasi telah merambah hampir di semua ranah kehidupan masyarakat, baik itu bidang ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), budaya, pendidikan, dan lain-lain. Walaupun istilah ‘globalisasi’ telah menjadi suatu kosakata yang klasik, tetapi suka atau tidak suka, masyarakat di seluruh pelosok dunia sekarang ini telah hidup dalam suatu habitat yang global, transparan, tanpa batas, saling kait mengkait (linkage), dan saling ketergantungan (interdependence).
Perkembangan teknologi dan informasi dan timbulnya rasa ketergantungan yang erat antara negara di dunia, telah membuat masyarakat mulai melakukan ikatan perdagangan yang melewati batas-batas negara baik yang berbentuk bilateral, regional, dan multilateral. Sehingga dengan kata lain, timbul kecenderungan yang menyatakan bahwa ”batas-batas negara pada taraf tertentu menjadi tidak terlalu signifikan”.
Di era globalisasi ini, transportasi atau pengangkutan merupakan bidang kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pentingnya transportasi bagi masyarakat Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau kecil dan besar, perairan yang terdiri dari sebagian besar laut, sungai dan danau yang memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui darat, perairan, dan udara guna menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Hal Lain yang juga tidak kalah pentingnya akan kebutuhan alat transportasi adalah kebutuhan kenyamanan, keamanan, dan kelancaran pengangkutan yang menunjang pelaksanaan pembangunan yang berupa penyebaran kebutuhan pembangunan, pemerataan pembangunan, dan distribusi hasil pembangunan diberbagai sektor ke seluruh pelosok tanah air misalnya, sektor industri, perdagangan, pariwisata, dan pendidikan.
Perkeretaapian sebagai salah satu moda transportasi memiliki karakteristik dan keunggulan khusus, terutama dalam kemampuannya untuk mengangkut, baik orang maupun barang secara massal, menghemat energi, menghemat penggunaan ruang, mempunyai faktor keamanan yang tinggi, memiliki tingkat pencemaran yang rendah, serta lebih efisien dibandingkan dengan moda transportasi jalan untuk angkutan jarak jauh dan untuk daerah yang padat lalu lintasnya, seperti angkutan perkotaan.
Dengan keunggulan dan karakteristik perkeretaapian tersebut, peran perkeretaapian perlu lebih ditingkatkan dalam upaya pengembangan sistem transportasi nasional secara terpadu. Untuk itu, penyelenggaraan perkeretaapian yang dimulai dari pengadaan, pengoperasian, perawatan, dan pengusahaan perlu diatur dengan sebaik-baiknya sehingga dapat terselenggara angkutan kereta api yang menjamin keselamatan, aman, nyaman, cepat, tepat, tertib, efisien, serta terpadu dengan moda transportasi lain. Dengan demikian, terdapat keserasian dan keseimbangan beban antarmoda transportasi yang mampu meningkatkan penyediaan jasa angkutan bagi mobilitas angkutan orang dan barang.
Perkeretaapian merupakan salah satu moda transportasi yang memiliki peranan yang penting dan strategis sehingga penyelenggaraannya dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh pemerintah serta pengoperasian/pengusahaan prasarana dan sarana kereta api dilakukan oleh badan usaha yang dibentuk untuk itu.
Selanjutnya dengan perkembangan teknologi perkeretaapian dan perubahan lingkungan global yang tidak terpisahkan dari system perdagangan global yang menitikberatkan pada asas perdagangan bebas dan tidak diskriminatif serta meningkatkan peran serta pemerintah daerah dan swasta dalam penyelenggaraan perkeretaapian, maka dipandang perlu untuk mendorong partisipasi pemerintah daerah dan swasta untuk ikut serta dalam penyelenggaraan perkeretaapian.
Sejarah perjuangan Bangsa Indonesia mencatat pengambilalihan kekuasaan perkereta-apian dari pihak Jepang oleh Angkatan Moeda Kereta Api (AMKA) pada peristiwa bersejarah tanggal 28 September 1945. Pengelolaan kereta api di Indonesia telah ditangani oleh institusi yang dalam sejarahnya telah mengalami beberapa kali perubahan. Institusi pengelolaan dimulai dengan nasionalisasi seluruh perkereta-apian oleh Djawatan Kereta Api Indonesia (DKARI), yang kemudian namanya dipersingkat dengan Djawatan Kereta Api (DKA), hingga tahun 1950. Institusi tersebut berubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) pada tahun 1963 dengan PP. No. 22 tahun 1963, kemudian dengan PP. No. 61 tahun 1971 berubah menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Perubahan kembali terjadi pada tahun 1990 dengan PP. No. 57 tahun 1990 status perusahaan jawatan diubah menjadi perusahaan umum sehingga PJKA berubah menjadi Perusahaan Umum Kerata Api (Perumka). Perubahan besar terjadi pada tahun 1998, yaitu perubahan status dari Perusahaan Umum Kereta Api menjadi PT Kereta Api (persero), berdasarkan PP. No. 19 tahun 1998.
Perkeretaapian sebagai salah satu moda transportasi memiliki karakteristik dan keunggulan khusus terutama dalam kemampuannya untuk mengangkut, baik penumpang maupun barang secara masal, hemat energi, hemat dalam penggunaan ruang, mempunyai factor keamanan yang tinggi, dan tingkat pencemaran yang rendah serta lebih efisien untuk angkutan jarak jauh dan untuk daerah yang padat lalu lintasnya seperti angkutan perkotaan. Dengan keunggulan dan karakteristik perkeretaapian tersebut, maka peran perkeretaapian perlu lebih dimanfaatkan dalam upaya pengembangan sistem transportasi nasional secara terpadu.
Wacana elektrifikasi jalur Kereta Api (KA) di Indonesia telah didiskusikan oleh para pakar kereta api dari perusahaan kereta api milik pemerintah Hindia Belanda yaitu: Staats Spoorwegen (SS) sejak tahun 1917 yang menunjukkan bahwa elektrifikasi jalur KA secara ekonomi akan menguntungkan. Elektrifikasi jalur KA pertama dilakukan pada jalur KA rute Tanjung Priuk – Meester Cornelis (Jatinegara) dimulai pada tahun 1923 dan selesai pada tanggal 24 Desember 1924. Untuk melayani jalur kereta listrik ini, pemerintah Hindia Belanda membeli beberapa jenis lokomotif listrik untuk menarik rangkaian kereta api diantaranya adalah Lokomotif Listrik seri 3000 buatan pabrik SLM (Swiss Locomotive & Machine works) –BBC (Brown Baverie Cie), Lokomotif Listrik seri 3100 buatan pabrik AEG (Allgemaine Electricitat Geselischaft) Jerman. Lokomotif Listrik seri 3200 buatan pabrik Werkspoor Belanda serta KRL (Kereta Rel Listrik) buatan pabrik Westinghouse dan KRL buatan pabrik General Electric. Bagian dari perusahaan Staats Spoorwegen yang menangani sarana, pasarana dan operasional kereta listrik ini adalah Electrische Staats Spoorwegen (ESS).
Peresmian elektrifikasi jalur KA bersamaan dengan hari ulang tahun ke 50 Staats Spoorwegen, sekaligus juga peresmian stasiun Tanjung Priuk yang baru yaitu pada 6 April 1925. Elektrifikasi jalur KA yang mengelilingi kota Batavia (Jakarta) selesai pada 1 Mei 1927. Elektrifikasi tahap selanjutnya dilakukan pada jalur KA rute Batavia (Jakarta Kota) – Buitenzorg (Bogor) dan mulai dioperasionalkan pada tahun 1930. Jalur kereta listrik di Batavia ini menandai dibukanya sistem angkutan umum massal yang ramah lingkungan, yang merupakan salah satu sistem transportasi paling maju di Asia pada zamannya. Di masa itu, kereta listrik telah menjadi andalan para penglaju (komuter) untuk bepergian, terutama bagi para penglaju yang bertempat tinggal di Bogor dan bekerja di Jakarta.
Seiring perkembangan zaman, Commuter (KRL Jabotabek) yang beroperasi sekarang sudah memiliki berbagai fasilitas dan kelas, mulai dari tempat duduk yang ”empuk” hingga Air Conditioner (AC) yang menyejukkan. Saat ini ada tiga kategori atau kelas pelayanan Commuter, antara lain Commuter ekonomi non-AC, Commuter Ekonomi AC dan Commuter Ekspres AC.
Namun para pelaju belum merasa nyaman menggunakan Kereta Commuter Jabodetabek. Keterlambatan kedatangan dan keberangkatan, AC yang tidak dingin, serta permainan antara kondektur dan penumpang tanpa karcis masih saja terjadi. Harapan besar masyarakat Jabodetabek seiring diluncurkannya Kereta Commuter seakan masih sebatas angan. Kenyamanan dan keamanan belum mampu dipenuhi oleh manajemen baru, PT Kereta Api Indonesia (KAI) Commuter Jabodetabek, anak perusahaan PT Kereta Api (Persero). Para komuter atau pelaju masih saja disuguhi kenyataan yang bertolak belakang dengan berbagai perubahan dari manajemen pengelola kereta api Jabodetabek tersebut. Citra buruk masih saja melekat akibat kenyamanan penumpang acap kali terganggu. Persoalan molornya jadwal kedatangan dan keberangkatan kereta, penumpang yang berdesak-desakan, serta kereta mogok masih terus terjadi. Selain itu, AC di gerbong tidak dingin.
Padahal, kereta api di Jabodetabek merupakan salah satu alat transportasi yang vital karena daya tampungnya yang besar walaupun memang belum mampu mengatasi masalah kemacetan di Ibu Kota. Berdasarkan data PT Kereta Api (Persero), jumlah masyarakat yang menggunakan kereta api saat ini hanya sekitar 1/10 dari total pelaju. Pada tahun 2008, KCJ mampu mengangkut hingga 347.000 penumpang per hari, yang diharapkan pada 2012 mengangkut 1,4-1,8 juta penumpang per hari.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimanakah perlindungan hukum bagi pengguna jasa krl jabodetabek berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.

B. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Pengguna Jasa KRL
PT KAI Commuter Jabodetabek adalah salah satu anak perusahaan di lingkungan PT KERETA API (Persero) yang dibentuk sesuai dengan Inpres No. 5 tahun 2008 dan Surat Menneg BUMN No. S-653/MBU/2008 tanggal 12 Agustus 2008 dan resmi menjadi anak perusahaan PT KERETA API (Persero) sejak tanggal 15 September 2008 yaitu sesuai dengan Akte Pendirian No. 415 Notaris Tn. Ilmiawan Dekrit, S.H. Dan akhirnya PT KERETA API (Persero) Divisi Angkutan Perkotaan Jabotabek berubah menjadi sebuah perseroan terbatas, PT KAI Commuter Jabodetabek. Setelah menjadi perseroan terbatas perusahaan ini mendapatkan izin usaha No. KP 51 Tahun 2009 dan izin operasi penyelenggara sarana perkeretaapian No. KP 53 Tahun 2009 yang semuanya dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan Republik Indonesia.
Setiap penumpang KRL Commuter Jabodetabek wajib memiliki karcis atau tiket (untuk selanjutnya disebut karcis) atau tanda tempat yang sah lainnya yang berlaku untuk KRL Commuter yang bersangkutan. Karcis atau tiket adalah secarik kertas khusus (dapat pula berbahan karton/plastik) berukuran kecil, yang dikeluarkan oleh PT KAI Commuter Jabodetabek sebagai tanda atau bukti yang sah (tanda telah membayar ongkos) yang berlaku untuk naik KRL Commuter dan berlaku untuk KRL Commuter yang berangkat pada tanggal, kelas dan lintas yang tercantum pada tiket. Harga tiketnya pun berbeda-beda, tergantung kelas dari KRL Commuter yang akan dinaiki oleh penumpang, apakah kelas ekonomi, kelas ekonomi ac ataupun kelas ekspres dan tujuan yang akan ditempuh.
Karcis tersebut merupakan tanda bukti terjadinya perjanjian pengangkutan orang.
Dalam pasal 1 butir 2 dan 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa yang dimaksud konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lainnya, dan tidak untuk diperdagangkan.
Sedangkan pengguna jasa kereta api berdasarkan pengertian pasal 1 butir 12 Undang-Undang Perkeretaapian adalah setiap orang dan/atau badan hukum yang menggunakan jasa angkutan kereta api, baik untuk angkutan orang maupun barang.
Berdasarkan ketentuan tersebut, terlihat dengan jelas bahwa pengguna jasa kereta api sebagaimana maksud dalam pasal 1 butir 12 Undang-Undang Perkeretaapian, masuk dalam pengertian konsumen sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Dengan kewajiban memiliki karcis tersebut di atas, maka pengguna jasa memiliki hak untuk memperoleh pelayanan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih.
Hak-hak pengguna jasa kereta api commuter berdasarkan undang-undang perlindungan konsumen adalah :
a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
g. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
Sedangkan penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib :
a. mengutamakan keselamatan dan keamanan orang;

b. mengutamakan pelayanan kepentingan umum;

c. menjaga kelangsungan pelayanan pada lintas yang ditetapkan;
d. mengumumkan jadwal perjalanan kereta api dan tarif angkutan kepada masyarakat; dan
e. mematuhi jadwal keberangkatan kereta api.
Penyelenggara sarana perkeretaapian juga berkewajiban mengasuransikan pengguna jasanya.
Selain itu, penyelenggara sarana perkeretaapian wajib mengumumkan kepada pengguna jasa apabila terjadi pembatalan dan penundaan keberangkatan, keterlambatan kedatangan, atau pengalihan pelayanan lintas kereta api disertai dengan alasan yang jelas.
Walaupun demikian, masih ada pelaju belum merasa nyaman menggunakan Kereta Commuter Jabodetabek. Keterlambatan kedatangan dan keberangkatan, AC yang tidak dingin, serta berkurangnya jumlah gerbong. Selain itu dengan dibatalkannya sejumlah perjalanan Kereta Commuter akibat suatu peristiwa, misalnya karena anjloknya suatu gerbong di stasiun Manggarai pada tanggal 6 Mei 2010 pukul 11.30, ternyata mengakibatkan terganggunya perjalanan kereta api di stasiun Manggarai . Sampai dengan pukul 20.00 evakuasi terhadap gerbong yang anjlok tersebut masih tetap berlangsung.
Banyak calon penumpang yang akhirnya mengembalikan tiket yang telah di belinya, terutama para pegawai yang yang akan kembali ke tempat tinggalnya masing masing dan biasa setiap harinya mempergunakan jasa kereta. Ini adalah salah satu bentuk pertanggung jawaban dari PT KA Commuter Jabodetabek. Namun bagaimana bagi para pengguna jasa yang telah membeli tiket secara bulanan. Hal ini belum di atur secara tegas apakah mendapatkan ganti rugi dari penyedia jasa.
Masalah lain dan hampir selalu menjadi keluhan dari pengguna jasa kereta commuter ini adalah keterlambatan kedatangan ataupun keberangkatannya.
Kalaupun keterlambatannya pada saat sore hari, mungkin kiranya tidak terlalu dipusingkan. Lain hal jika keterlambatan terjadi pada pagi hari menjelang waktu masuk kantor.
Jika keterlambatan di pagi menjelang masuk kantor, maka akan terjadi kesulitan bagi pengguna jasa yang bekerja di kantor di mana sangat ketat terhadap absensi dan mengenakan pemotongan terhadap tunjangan kehadirannya. Dalam hal ini, sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban sebenarnya pihak KA Commuter telah menyediakan surat keterangan kepada para pelanggan mengenai keterlambatan kereta commuter yang dinaikinya sebagai bahan laporan bagi kantor si pengguna jasa tersebut. Namun, bagi kantor yang secara ketat melakukan pemotongan bagi pegawai/karyawan yang telat absensinya, maka tidak ada kompensasi yang diberikan PT KA Commuter kepada pengguna jasanya tersebut.
Sebelum Undang-Undang Perlindungan Konsmen lahir, satu-satunya lembaga yang disediakan untuk menyelesaikan sengketa konsumen adalah melalui gugatan di pengadilan yang tidak akomodatif dalam menampung sengketa konsumen, karena mahal, lama dan terlalu birokratis.
Dalam hal keluhan yang terjadi oleh konsumen pengguna jasa krl commuter, maka pihak PT KAI Commuter Jabodetabek telah menyediakan layanan komplain dan keluhan pelanggan di http://www.krl.co.id/index.php/Komplain-Keluhan-Pelanggan.html untuk menampung dan menindaklanjuti keluhan konsumen.
Selain itu, oleh PT KAI Commuter Jabodetabek Indonesia juga di buka Call Center (021) 380 7777. Dengan menghubungi Call Center PT KAI Commuter Jabodetabek via telepon di nomor (021) 380 7777, Anda akan mendapatkan informasi lengkap dan langsung tentang produk dan layanan perusahaan ini mulai dari jadwal perjalanan KRL, harga tiket, regulasi dan sebagainya. Dalam layanan ini, para pelanggan setia KRL Commuter juga dapat menyampaikan kritik serta saran tentang produk dan pelayanan KRL Commuter Jabodetabek. Dengan nomor inipun, maka pengguna jasa kereta api dapat pula mengirimkan faksnya untuk menyampaikan tanggapan atau jawaban dari keluhan, kritik dan saran. Juga pelanggan diberikan fasilitas untuk menyampaikan keluhan, kritiknya melalui SMS-Center 9559, PO Box 9559 dan ke Email: pelanggan@krl.co.id. Masalah akan timbul ketika konsumen masih merasa tidak puas terhadap penyelesaian kerugian yang dialami oleh konsumen.
Jika konsumen tetap merasa tidak puas, maka konsumen pengguna jasa dapat meminta bantuan kepada Lembaga Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) untuk meminta bantuan hukum atau bisa langsung menyelesaikan masalahnya ke Badan Penyelesaian Konsumen.
Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen juga mengatur mengenai hak dari setiap konsumen atau sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama yang merasa dirugikan oleh pelaku usaha untuk mengajukan gugatan terhadap pelaku usaha melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. Namun dalam undang-undang ini tidak mengatur secara tegas mengenai mekanisme dan tatacara pengajuan gugatan perwakilan kelompok (class action) tersebut.
Class action pada intinya dalah gugatan perdata (biasanya terkait dengan permintaan injunction atau ganti kerugian) yang diajukan oleh sejumlah orang (dalam jumlah yang tidak banyak,misalnya 1 atau 2 orang) sebagai perwakilan kelas (class representative) mewakili kepentingan mereka, sekaligus mewakili ratusan atau ribuan orang lainnya yang juga sebagai korban.
Pada tahun 2002 Mahkamah Agung Republik Indonesia telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 yang mengatur mengenai acara gugatan perwakilan kelompok (class action). Dalam pasal 1 huruf a PERMA tersebut dijelaskan bahwa gugatan perwakilan kelompok masyarakat adalah suatu tata cara pengajuan gugatan, dalam mana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk diri atau diri-diri mereka sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang julahnya banyak, yang mewakili kesamaan fakta atas dasar hukum antara wakil kelompok dan angota kelompok dimaksud.
Berdasarkan penelitian penulis, ternyata penulis belum menemukan kasus gugatan class action terhadap kerugian yang diderita oleh pengguna jasa Kereta commuter tersebut.












DAFTAR PUSTAKA

I. Buku

Barkatullah, Abdul Hakim, Hukum Perlindungan Konsumen: Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran, FH Unlam Press, Banjarmasin, 2008
Huala, Adolf, Hukum Ekonomi Internasional, Cetakan Ke-3, Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2002
M. Albrow, Globalization Knowledge and Society, London: Sage Publication, 1990
Muhammad, Abdulkadir, Hukum Pengangkutan Niaga, Bandung: Citra Aditya Bakti,1998
Robertson, Roland, Globalization, London: Sage Publication, 1992
Santosa, Mas Achmad, Konsep dan Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action), Jakarta : ICEL, 1997

II. Makalah

Sulistiyono, Adi, Pembangunan Hukum Ekonomi Untuk Mendukung Pencapaian Visi Indonesia 2030, makalah disampaikan dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar Hukum Ekonomi Universitas Sebelas Maret, Surakarta 17 Nopember 2007

III. Peraturan Perundang Undangan

Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, UU Nomor 8 Tahun 1999, pasal 4, LN No. 42 Tahun 1999, TLN No. 3821
Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Perkeretaapian, UU Nomor 23 Tahun 2007, , LN No. 65 Tahun 2007, TLN No. 4722
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian, PP Nomor 56 Tahun 2009, , LN No. 129 Tahun 2009, TLN No. 5048
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Perkeretaapian, PP Nomor 72 Tahun 2009, , LN No. 176 Tahun 2009, TLN No. 5086



IV. Internet

---------,Sekilas KRL, http://www.krl.co.id/index.php/Sekilas-KRL.html, diunduh tanggal 18 Mei 2010
Antara News, Layanan KA Commuter Jabodetabek resmi beroperasi, Selasa 29 Mei 2009, http://news.antara.co.id/view/?i=1242706351&c=EKB&s=BIS diunduh 19 mei 2010
Eman, Syarat-Syarat Untuk Naik KRL Commuter, http://files.eman874.webnode.com/200000003-72c8573c21/SYARAT_NAIK_KRL.pdf, diunduh tanggal 20 mei 2010. Juga ada di http://www.krl.co.id/images/stories/SYARAT_NAIK_KRL.pdf
Herr, Sejarah Keretaapi di Indonesia, http://sipilugm.wordpress.com/2008/08/11/sejarah-kereta-api-indonesia/ diunduh tanggal 18 Mei 2010
http://news.okezone.com/read/2010/03/19/338/313984/338/sering-terlambat-pelayanan-krl-belum-memuaskan
http://web.bisnis.com/sektor-riil/transportasi/1id179708.html
http://www.detiknews.com/read/2010/05/06/134136/1352371/10/krl-jakarta-bogor-anjlok-di-stasiun-manggarai
http://www.krl.co.id/index.php/C-Care.html
http://www.krl.co.id/index.php/C-Ticket.html
Koran Jakarta, Kereta Commuter Belum Nyaman, http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=8844 Senin, 25 Mei 2009 diunduh tgl 19 mei 2010